Dimas And The Black Cat Death (Bertekad)
By: tenguyakuza
Sepuluh anak paling malas dan bermasalah itu berjalan rapi tanpa semangat memasuki area perkemahan. Tentu saja, tidak ada sedikitpun senyum kegembiraan tergambar di wajah mereka. Dalam benak mereka, camp ini adalah neraka untuk satu Minggu ke depan.
Pagi terlalu pagi, dingin sekali tapi bumi perkemahan sudah mulai memanas. Seruan yel menggema di sana sini dari mulut para siswa yang berbaris menuju lapangan utama untuk bersiap senam pagi.
Matanya berat, mulutnya hanya komat kamit sekenanya. Tak pernah bangun pagi, tapi di sini ia harus bergerak di kala langit masih gelap. Tubuhnya berat, Dimas ingin sekali mundur dari barisan dan kembali ke dalam tenda. Otaknya berputar bagaimana caranya.
"Bro, aku mau ke toilet ya sebentar." Dimas menepuk salah satu teman de depannya dan dibalas sebuah anggukan.
Mengendap-endap, Dimas kembali ke tendanya tanpa diketahui siapapun. Senyumnya menyeringai, ia membuka resleting tendanya yang tertutup rapat karna semua temannya ikut kegiatan pagi.
Tubuhnya tersentak kaget saat tendanya terbuka. Gelap, tapi ada dua cahaya bulat seperti kelereng melotot ke arahnya. Lagi-lagi si kucing hitam berdiri menatapnya seperti hantu. Bulu kuduk Dimas berdiri, merinding. Dengan penuh kekesalan Dimas menutup kembali tendanya lalu berlari meninggalkan tapak perkemahan. Wajah seram kucing hitam membayangi pikirannya.
"Hay, Dek!! Ngapain kamu di situ." Seorang panitia menjumpai Dimas baru saja lari dari tendanya.
"Mm..iya..anu."
"Cepat lari ke lapangan!!" Belum sempat Dimas menjawab, orang itu sudah membentaknya untuk segera kembali ke lapangan.
Sial, Batinnya. Lagi-lagi kucing hitam menghalangi rencananya. Dan sepanjang kegiatan Dimas berpikir keras kenapa kucing itu membuntutinya sampai ke sini.
Seperti hari kedua, Dimas dan tiga temannya tak tahan dengan kegiatan yang menguras tenaga dan pikiran ini. Mereka berempat berencana kabur dari perkemahan dengan berpura-pura ijin mencuci baju di sungai belakang saat istirahat sore. Tapi nasib lain berkata, kucing hitam itu tiba-tiba muncul lagi dengan mata mengerikan seolah menghadang keempatnya. Si kucing bahkan sempat melompat ke tubuh Dimas dan membuatnya terkejut hingga jatuh berguling ke tanah. Aksi mereka pun akhirnya ketahuan oleh panitia.
Bukannya berhasil malah apes. Mereka di hukum dengan berlari mengelilingi lapangan sebanyak lima kali lalu mencuci piring di dapur panitia.
Dan beberapa kejanggalan lain yang dilakukan oleh kucing hitam membuat Dimas menyerah dan pasrah.
Pada akhirnya suka atau tidak suka Dimas dan satu regunya berusaha mengikuti rangkaian kegiatan dengan baik agar tak lagi menerima hukuman.
Malam keempat, setelah rangkain kegiatan hari itu selesai, kesepuluh anak itu duduk melingkar mendengarkan omelan dari Pak Bagyo yang mendapat laporan tentang buruknya sikap mereka selama kegiatan.
Dengan kepala tertunduk semua diam memasang telinga. Ingin rasanya berteriak, namun Pak Bagyo merasa percuma. Beliau hanya akan kehilangan banyak tenaga dengan memarahi anak-anak ini.
"Saya tidak akan memarahi kalian. Saya datang ke sini hanya memastikan kalau kalian semua sehat dan siap untuk pulang dua hari lagi. Tapi ternyata ada berita bahwa kalian tidak bisa pulang karena Kepala Sekolah menandatangi kontrak dengan Komandan perkemahan bahwa kalian akan tetap di sini sampai satu bulan ke depan."
Mendengar hal itu mereka semua mengangkat kepala dengan mata melotot.
"Tidak bisa pak!!! Kemah ini cuma satu Minggu di surat kenapa jadi satu bulan?" Danang di pemimpin regu protes.
"Lo, suka-suka bapak kepala sekolah. Kalian disuruh memilih mau sebulan di sini atau dikeluarkan dari sekolah? Karena setelah dihitung-hitung poin pelanggaran dan kenakalan kalian sudah melewati batas di catatan BK."
Krik...krik....krik..... Tak ada yang berani bersuara kecuali jangkrik yang berisik.
"Kecuali kalau kalian menunjukkan perubahan sikap yang baik selama kemah ini, mungkin Kepala sekolah akan mempertimbangkan lagi. Lha wong kalian saja sudah berpuluh kali ketahuan mau kabur, tidur di tenda saat PBB, ngerokok diam-diam. Hayo... Siapa yang salah kalau begini. Saya??" Lanjut Pak Bagyo.
"Kemah ini nggak guna pak, buang-buang waktu sama tenaga saja." Celetuk Dimas
"Oiya, memang kemah ini nggak guna dan buang-buang waktu. Ngapain kalian capek-capek ikut kan mending tidur di rumah, ngerokok, nongkrong sampai malam, kabur dari sekolah, ngabisin uanga orang tua. Nggak peduli orang tua kalian susahnya kaya apa nyekolahin kalian. Ya ngapain kalian ada di sini iya. Betul. Heh, Memangnya dunia ini butuh orang-orang malas seperti kalian?? Tidak. Kalian nggak akan jadi apa-apa kalau kalian tidak berubah."
"Cukup untuk malam ini, semua keputusan ada di tangan kalian, semakin kalian berusaha membangkang semakin lama kalian tersiksa di sini. Bubar semuanya!! Kembali ke tenda!!" Pak Bagyo beranjak dari hadapan kesepuluh muridnya itu.
Pagi hari, hari keempat. Danang menyiapkan pasukannya.
"Kita sudah diskusi tadi malam, kita harus mengikuti kegiatan ini baik-baik teman-teman biar kita bisa segera pulang. Terutama kamu Dimas, jangan nyuruh kita-kita buat kabur lagi. Aku dah kepengin tidur di rumah." Ucap Danang.
Semua sepakat untuk mengubur jauh-jauh rasa malas mereka hari ini dan berusaha menunjukkan sikap baik dalam seluruh sesi. Mereka tidak ingin satu bulan yang seperti dikatakan Pak Bagyo malam tadi terjadi.
Dengan mengepalkan tangan, kesepuluh anak itu menyerukan yel-yel dengan semangat menyusul peserta yang lain menuju lapangan utama.
*** Bersambung***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar